Minggu, 11 Desember 2016

Kue Keranjang, Si Legit dari Tionghoa

           Setiap adanya suatu perayaan tertentu pasti tidak lepas dari makanan khas yang disajikan dalam perayaan tersebut. Imlek merupakan perayaan tahun baru Cina. Pada perayaan imlek ini disajikan beragam kudapan salah satunya yaitu kue keranjang. Kue kerangjang ini merupakan kudapan khas taun baru imlek yang cukup familiar bahkan terkenal juga di kalangan warga yang bukan Tionghoa. Hal tersebut dikarenakan memang selain kue keranjang merupakan ciri khas kudapan dari perayaan imlek selain itu banyak yang menjajakan kue tersebut bahkan hingga ada yang berjualan keliling. 


           Dalam budaya Tionghoa kue keranjang tersebut disebut juga Nian Gao (年糕) atau dalam dialek Hokkian Ti Kwe (甜棵)Kue keranjang sendiri merupakan kue yang terbuat dari tepung ketan dan gula. Tekstur dari kue ini kenyal dan lengket hampir menyerupai dodol. Kue ini dinamakan kue keranjang karena wadah cetaknya berbentuk keranjang. Kue keranjang ini mulai dipergunakan sebagai sesaji pada upacara sembahyang leluhur, tujuh hari menjelang tahun baru Imlek (廿四送尫 Ji Si Sang Ang), dan puncaknya pada malam menjelang tahun baru Imlek. Sebagai sesaji, kue ini biasanya tidak dimakan sampai Cap Go Meh (malam ke-15 setelah tahun baru Imlek).

           Tradisi adanya kue keranjang pada perayaan Imlek berawal dari kepercayaan masyarakat Tionghoa yang menganggap bahwa setiap dapur dijaga oleh dewa tungku yang mengawasi kegiatan masak memasak di suatu rumah yang nantinya akan dilaporkan pada Raja di surga yaitu Yi Huan Shang. Pada akhir tahun tepatnya tanggal 24 bulan 12 Imlek dewa tungku akan pergi ke surga dan melaporkan apa yang terjadi di masing-masing dapur warganya. Agar dewa tungku hanya melaporkan hal-hal yang baik saja kepada Raja di surga maka warga berinisiatif untuk membuat kudapan untuk dewa tersebut. Akhirnya warga berinisiatif untuk membuat kue berasa manis yang dibuat di kernjang yang kini sering disebut kue keranjang. 






         Bentuk kue keranjang yang bulat memiliki filosofi atau makna tersendiri, yaitu keluarga yang merayakan Imlek tersebut dapat berkumpul (minimal) satu tahun sekali setiap perayaan Imlek serta tetap menjadi keluarga yang bersatu, rukun, bulat tekad dalam menghadapi tahun baru yang akan datang. Cara menyusun kue keranjang yang semakin meningkat juga memiliki makna tersendiri. Apabila tingkatan tersebut makin ke atas maka kue yang disusun semakin kecil juga ukurannya, hal tersebut memberikan makna adanya peningkatan dalam hal rezeki dan kemakmuran. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kue keranjang yang disusun hal tersebut menunjukan bahwa orang yang membuat kue tersebut semakin makmur. Pada zaman dahulu tingginya kue keranjang menggambarkan kemakmuran suatu keluarga. Kue keranjang biasanya disusun ke atas dengan kue mangkong berwarna merah di bagian atasnya. Kue mangkong tersebut melambangkan simbol kehidupan manis yang menanjak dan mekar seperti kue mangkok.


REFERENSI


Anonim. 2016. Diakses dari http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/2011-2-01290-DS%20Bab1001.pdf


Bhadra Bodhi. 2013. ITB. bandung Diakses dari http://www.kmbitb.org/kmb/public/Bhadra%20Bodhi/Agustus2013.pdf


Fu Chunjiang, 2001, Origins Of Chinese, Jakarta: PT Elek Medi Komputindo. Hal 1

Lan Fung Yu, 1996, Sejarah Ringkas Filsafat China, Yogyakarta: Liberty. Hal 34-35










Tidak ada komentar: